Proyek Geothermal Ancaman Bencana Bagi Bali

Oleh : Maryo Kempez*

Rencana pengoprasian kembali proyek PLTP (Geothermal) Bedugul merupakan ancaman nyata bagi pulau Bali. Ancaman ini terlihat pada lokasi pembangunan proyek yang masuk dalam kawasan Hutan Lindung Batukaru. Apabila proyrk ini berlanjut maka akan meimbulkan dampak – dampak yang dapat merugikan masyarakat luas.

Secara akademis hal itu terbukti dengan AMDAL PLTP (Geothermal) Bedugul bahwa telah diketemukan 19 (Sembilan belas) dampak negative. Dan dari 19 dampak negative tersebut ada 4 (empat ) dampak besar dan penting yang tidak dapat dikelola.

Keempat dampak tersebut adalah terutama terjadinya amblasan, menurunya potensi air danau, air tanah dan mata air akibat penggundulan hutan, menurunya kelimpahan dan keanekaragaman hayati dan terakhir menurunya kesakralan kawasan hulu.

AMDAL sudah terang-terang menyatakan bahwa proyek Geothermal berpotensi menimbulkan bencana sehingga sudah sepatutnya proyek ini tidak dilanjutkan. Bahkan DPRD Propinsi Bali mengeluarkan keputusan no 7 tahun 2005 tentang penolakan PLTP di Bedugul. Menjadi pertanyaan besar atas dasar apa pengkajian proyek ini dilakukan?

Bila alih-alih untuk investasi untuk cadangan listrik Bali maka ini adalah sesat pikir. Mengorbankan kawasan lindung untuk investasi sama artinya mengundang bencana yang justru akan merugikan seluruh masyarakat Bali.

Kita lihat apa saja ancaman bencana dari proyek PLTP Geothermal di Bedugul. Menurut Nyoman Lingga, Sarjana Teknik Pertambangan UPN Yogyakarta, dalam makalahnya menyatkan bahwa aktifitas geothermal di Bedugul dapat meningkatkan aktifitas gempa local di Bali. Hal ini terjadi karena eksploitasi hydrogeothermal dalam bentuk uap air bertekanan tinggi untuk PLTP sama artinya mengurangi tekanan gas di dalam kubah geothermal. Sedangkan gas bertekanan tinggi di dalam kubah geothermal berfungsi untuk menahan batuan di atasnya, jika tekanan ini berkurang maka terjadilah gerakan batuan di atasnya.

Kedua; kawasan hutan lindung batukaru merupakan daerah resapan air untuk tiga danau (Berata, Buyan, dan Tamblingan) dan DAS sungai-sungai yang mengalir ke lima kabupaten Badung, Buleleng, Tabanan, Bangli dan Gianyar). Pembabatan hutan secara luas akan mempengaruhi daya resap air di kawasan hulu sehingga akan mengakibatkan pendangkalan di ke-tiga danau tersebut. Apabila ini terjadi maka seluruh wilayah Bali akan terancam kerisis air yang berkepanjangan.

Ketiga; jika di dalam struktur batuan di atas cebakan hydrogeothermal ini ada struktur belerangnya (sulfur), maka besar kemungkinannya muncul senyawa Sulfida (H2S) langsung sebagai gas beracun atau sulfur bebas melalui rembesan di luar pipa baja penyalur uap air panas. Karena suhu uap air ini mencapai 1000 C kemungkinan lain adalah di dalam cebakan hydrogeothermal ini memang ada kandungan gas beracunnya. Dan ini pernah muncul menggegerkan warga di desa Wanagiri, Buleleng bulan juli 2005.

Kemempat, Dalam Surat Keputusan No 11/Kep/PHDI/1994 tanggal 25 Januari 1994 tentang bisama kesucian pura dimana ditetapkan bahwa kawasan suci meliputi gunung, danau, campuhan, pantai dan laut. Lokasi proyek Geothermal Bedugul berada di kawasan gunung Batukaru, yang merupakan lingga Bhatara Mahadewa yang disucikan oleh umat Hindu. Pelanggaran terhadap Bhisama tentu akan menodai dan mengancam kesucian dan budaya Bali. Dan Bali merupakan tujuan wisata yang terkenal akan budaya dan alamnya yang indah.

Kawasab Bedugul merupakan kawasan yang sangat penting bagi Bali. Rusaknya keseimbangan lingkungan di kawasan ini akan menyebabkan rusaknya lingkungan Bali secara keseluruhan. Kita ketahui kondisi hutan di bali semakin memperihatinkan. Luas hutan di Bali sekarang hanya tinggal 22%, yang seharusnya memiliki luas ideal 30% dari luas seluruh pulau Bali. Kita lihat bagaimana bencana yang terjadi di Wasior Papua, akibat makin berkurangnya hutan akibat penebangan baik yang legal maupun illegal telah mengakibatkan banjir bandang yang sangat mengerikan.

Sebagai kawasan lindung seharusnya hutan Bedugul selalu dijaga dan dilestarikan, tidak dialihfungsikan apalagi sampai dieksploitasi demi keuntungan semata. Tri Hita Karana yang menjadi sepirit pembangunan Bali jangan hanya sekedar konsep yang selalu digembor-gemborkan, melainkan harus diimplementasikan sehingga tercipta Bali yang Bersih, Aman, Lestari, dan Indah bukan menjadi Bakalan Amblas Lantaran Investor. Apa perlu lagi mempertanyakan bagaimana komitmen pemerintah mendeklarasikan dirinya menjadi Provinsi Hijau (Green Province)?.

*Penulis adalah aktivis lingkungan yang juga tergabung dalam WALHI Bali
original post : Walhibali.org